Sekarang ini banyak pandangan masyarakat yang memandang rendah sesuatu yang tidak dapat diuangkan dan segala hal yang tidak bisa dilibatkan secara kongkrit dalam dinamika persaingan untuk mendapatkan keunggulan kompetitif ataupun komparatif. Begitupun dengan sejarah yang termasuk di dalamnya. Akan tetapi, yang perlu kita perhatikan adalah bahwa sejarah Indonesia bukanlah masalah untung dan rugi. Sejarah bukanlah sebuah usaha untuk menonjolkan jasa seseorang di masa lalu atau dijadikan sebagai landasan politis untuk meneguhkan kekuasaannya dengan melakukan pembenaran terhadap sistem yang dipakainya atau dengan kata lain untuk lagitimasi kekuasaan. Sejarah adalah pantulan dari identitas komunitas yang mengalaminya.
pandangan tersebut seharusnya menggugah para sejarawan yang ada sekarang ini. Perjuangan yang dilakukan oleh para pelopor pengkajian sejarah di masa lalu yang berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan sebuah karya sejarah yang otentik di mata kelompok sosial baru. Akan tetapi, walaupun sekarang ini banyak sejarawan yang muncul ke permukaan dengan sejumlah karya-karyanya. Namun, masih ada keragu-raguan bahwa sejarawan sekarang telah kehilangan kemampuannya untuk berdialog dengan masyarakat yang kini sedang mengalami perubahan. Apabila hal itu terjadi, maka sia-sialah usaha para pelopor untuk mendapatkan sejarah yang otentik dan otonom.
Pertumbuhan masyarakat dalam bidang sejarah dihadapkan pada dua hal, di satu pihak masyarakat yang sedang tumbuh tersebut dihadapkan kepada kisah sejarah yang bersifat regiosentris yang cenderung bersifat tradisional dan mengandung unsur mitologis, sedangkan di lain pihak ada sejarah yang neerlandosentris yang bersifat kolonial dan menjadikan eksistensi bangsa sebagai sesuatu yang tidak sah serta menjadikan penduduk pribumi dalam kedudukan marginal.
Sejarah kolonial sebenarnya adalah pantulan dari sebuah ideologi yang berbentuk kisah yang membenarkan dan mengklaim bahwa orang Belanda yang datang ke Indonesia sebagai pembawa peradaban dan untuk mendiamkan mulut bangsa pribumi. Historiografi kolonial ini juga merupakan sebuah cara untuk menciptakan dan menanggapi realitas yang tanpa batas sesuai dengan fungsinya sebagai pemelihara landasan struktur kekuasaan. Dengan kata lain, dalam historiografi kolonial ini, hak pribumi untuk mempunyai sejarah pun ditiadakan.
Oleh karenanya, sebagai bangsa yang baru terbebas secara politik dari kolnailisme, maka masalah pertama yang harus dihadapi adalah dekolonisasi sejarah atau lebih tepat menemukan landasan pendekatan dan penulisan sejarah yang bercorak nasional, kemudian juga bagaimana kita memahami kolonialisme secara rasional dan moral.
Dalam usaha untuk melakukan dekolonisasi sejarah tersebut, Soedjatmoko mengambil kesimpulan bahwa ada dua masalah pokok dalam usaha pengerjaan studi sejarah. Pertama adalah pemberian jawaban atas perasaan ketidakpastian yang ada dan yang kedua adalah penemuan landasan identitas diri sebagai bangsa.
Dari sudut metodologi pengerjaan studi sejarah, usaha dekolonisasi sejarah menghadapi tiga masalah pokok. Pertama adalah menemukan landasan moral yang sesuai dalam memberikan penilaian terhadap pelaku dan peristiwa sejarah. Kedua adalah masalah perspektif sejarah, perhatian harus difokuskan kepada pribumi, bukan lagi kepada bangsa penjajah. Ketiga adalah masalah bagaimana rekonstruksi peristiwa masa lalu itu akan dikisahkan.
Penulisan sejarah di Indonesia berkembang lagi dengan kedatangan Sartono Kartodirdjo yang membawa hal baru dalam penulisan sejarah di Indonesia. Sejarah Indonesia yang semula hanya dilihat dari sudut pandang politik mulai beralih ke sejarah sosial. Selain itu, Sartono juga menerapkan konsep ilmu sosial dalam usaha untuk merekonstruksi peristiwa sejarah dan pemberian keterangan, kemudian Sartono juga mengenalkan pendekatan multi-dimensional dalam penulisan sejarah. Pemakaian ilmu-ilmu sosial dan pendekatan multi-dimensional yang dilakuakn Sartono dalam penelitian sejarah lambat laun mulai diterima oleh masyarakat sejarawan, bahkan bisa disebut sebagai orthodoksi dalam historiografi. Keberhasilan seorang sejarawan diukur dari kemampuannya bermain dalam suasana orthodoksi sejarah ini. Hanya saja, seperti halnya dengan setiap orthodoksi, kemantapan pendekatan ini bisa juga menyebabkan orang tergelincir pada sikap yang anti sejarah. Mereka lupa kalau semuanya itu merupakan hasil pencarian dan perdebatan yang intens dan panjang serta perenungan terhadap perjuangan dan perdebatan intelektual ini sebenarnya akan lebih merangsang para sejarawan untuk selalu mempertanyakan keampuhan landasan metodologis dan kecenderungan teoretis serta mode of discourse yang mereka punyai.
Setiap pendekatan dan teori mempunyai kelemahan internal dan eksternal, walaupun kelemahan tersebut sangat kecil. Kelemahan internal biasanya ditonjolkan oleh para penentang dan orang yang mengambil pendekatan berbeda dari sebuah teori. Dilihat dari kacamata orang yang menentang suatu teori, maka tidak ada suatu pendekatan pun ayng terbebas dari kelemahan internal, yang menjadi masalah adalah kesesuaian antara sejarawan dengan pendekatan yang dipakainya. Dalam hal inilah kita menemukan kelemahan pertama dari orthodoksi pendekatan dan metodologi sejarah yang kebanyakan kita gunakan sekarang ini.
Pendekatan ini menuntut kemampuan yang tinggi untuk memahami dan memakai konsep-konsep yang telah lebih dikembangkan oleh disiplin ilmu sosial lain. Ditambah lagi dengan keharusan kita untuk kepastian kronikel dan pendekatan yang multi-dimensional akan membuat semakin sulit saja. Dalam hal inilah kelamahan dari pendekatan ini terlihat. Kelemahan kedua adalah pada keterbatasan kemampuan berkomunikasi. Setiap orang memiliki kemampuan berkomunikasi yang berbeda. Oleh karenanya, hasil dari penulisan sejarah akan bergantung pada siapa yang mengerjakan. Apabila yang mengerjakan mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik, maka hasilnya akan baik pula. Namun, apabila sebaliknya, maka hasilnya akan kurang memuaskan.
Dari uraian di atas, nyatalah bahwa banyak sekali kemungkinan bagi seorang sejarawan dalam usahanya untuk melukiskan dan menuangkan peristiwa yang ada di masa lalu. Keragaman yang ada akan menjadikan kajian sejarah semakin menarik dan semakin dialogis.

0 komentar: